Sepsis
Pengertian Sepsis
Sepsis
didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh
kelainan regulasi respon host terhadap infeksi. Disfungsi organ dinyatakan
sebagai perubahan akut pada total skor Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA) >2 poin sebagai konsekuensi dari infeksi. Nilai SOFA dapat dianggap
nol pada pasien yang tidak diketahui memiliki disfungsi organ. Sementara skor
SOFA >2 dihubungkan dengan risiko kematian kurang lebih 10% pada populasi di
rumah sakit umum dengan kecurigaan adanya infeksi. SIRS yang terdapat dalam
definisi sepsis terdahulu dianggap tidak bisa dijadikan dasar diagnosis karena
respon inflamasi tersebut bisa hanya menggambarkan respon host yang normal dan
adaptif. Bahkan pasien dengan disfungsi organ ringan kondisinya dapat memburuk
lebih jauh, menandakan bahwa sepsis merupakan suatu kondisi yang serius dan
membutuhkan intervensi yang cepat dan tepat. Dalam definisi terbaru ini,
istilah “sepsis berat” telah dihilangkan, hal ini bertujuan agar sepsis tidak
dianggap ringan dan bisa diberi penanganan yang tepat sesegera mungkin (Singer, 2016). Selain dengan
menggunakan skor SOFA, pasien dengan curiga adanya infeksi yang diprediksi
menjalani perawatan di ICU dalam jangka waktu lama atau diprediksi meninggal di
rumah sakit dapat secara cepat diidentifikasi dengan quick SOFA (qSOFA), yang
terdiri dari :
·
Terganggunya status kesadaran
·
Tekanan darah sistolik <100 mmHg
·
Laju pernapasan lebih dari 22x/menit
Syok
sepsis didefinisikan sebagai kondisi lanjut dari sepsis dimana abnormalitas
metabolisme seluler dan sirkulatorik yang menyertai pasien cukup berat sehingga
dapat meningkatkan mortalitas. Pasien dengan syok sepsis dapat diidentifikasi
berdasarkan adanya sepsis yang disertai hipotensi persisten yang membutuhkan
vasopresor untuk menjaga agar MAP >65 mmHg dan kadar laktat serum >2
mmol/L (18 mg/dL) walaupun telah diberi resusitasi yang adekuat. Dengan
kriteria ini, angka kematian di rumah sakit dapat melebihi 40% (Singer, 2016).
Epidemiologi
Tiga
belas juta orang menderita sepsis tiap tahunnya di dunia, dan sebanyak 4 juta
orang diantaranya meninggal. Sepsis merupakan penyebab utama kematian di ICU
dan saat ini insidensinya terus meningkat di negara maju (Bataar, 2015). Sepsis berat merupakan penyebab kematian utama
di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kematian tersering pada pasien kritis
di non-coronary Intensive Care Unit (ICU). Di Amerika Serikat, insidensi sepsis
berat diestimasi mencapai 300 kasus per 100.000 populasi. Kira – kira setengah
dari kasus tersebut terjadi di luar ICU. Seperempat dari total pasien yang
mengalami sepsis berat akan meninggal selama perawatan. Sedangkan syok septik
dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, mencapai 50%. Insidensi sepsis, sepsis berat, dan syok
septik kurang terdeskripsikan di negara- negara berkembang, data yang lebih
banyak tersedia umumnya adalah data mengenai insidensi penyakit infeksius.
Sepsis lebih sering menyerang orang – orang usia muda di negara berkembang dan
organisme penyebabnya yang paling sering adalah bakteri gram negatif enterik
dan patogen – patogen atipikal seperti malaria. Di Indonesia pada 1996,
sejumlah 4.774 pasien dibawa ke rumah sakit pendidikan di Surabaya dan 504
pasien terdiagnosa mengalami sepsis, dengan rasio kematian 70.2%. Pada sebuah
studi di salah satu rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, ada 631 kasus sepsis
pada 2007, dengan rasio kematian sebesar 48.96%.6 Perkembangan dalam
farmakoterapi dan perawatan suportif telah meningkatkan angka ketahanan hidup
(survival rate); namun, angka kematian masih berada diantara 25% sampai 30%
untuk sepsis berat dan 40% sampai 70% untuk syok septik. Sepsis bertanggung
jawab untuk 20% kematian intra rumah sakit tiap tahunnya (210.000), angka ini
sama banyaknya dengan jumlah kematian akibat infark miokardial akut dalam
setahun (Gauer, 2013).
Etiologi
Organisme penyebab sepsis telah berkembang selama
beberapa tahun ini. Awalnya sepsis dipahami sebagai penyakit yang secara
spesifik berhubungan dengan bakteri gram negatif karena sepsis dianggap sebagai
suatu respon terhadap endotoksin – suatu molekul yang diperkirakan spesifik
terhadap bakteri gram negatif. Pada kenyataannya, beberapa studi original
tentang sepsis mengungkapkan bahwa bakteri gram negatif hanya merupakan salah
satu penyebab tersering dari sepsis (Martin, 2012). Saat ini telah diakui bahwa
sepsis dapat diakibatkan oleh semua bakteri, begitu juga dengan fungi dan
virus. Organisme gram positif sebagai salah satu penyebab sepsis frekuensinya
meningkat dengan menyumbang 30% - 50% dari total kasus. Kondisi ini kemungkinan
besar diakibatkan oleh peningkatan penggunaan
prosedur invasif dan peningkatan proporsi infeksi yang didapat dari rumah sakit
(Gauer, 2013). Berdasarkan perkiraan sepsis terkini, terdapat kurang lebih
200.000 kasus sepsis gram positif per tahun, dibandingkan dengan kira – kira
150.000 kasus sepsis gram negatif di Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa angka
kejadian sepsis oleh gram positif telah melampaui gram negatif. Tipe organisme
yang menyebabkan sepsis berat merupakan salah satu faktor penting penentu keluaran.
Walaupun beberapa studi telah mengungkapkan adanya peningkatan insidensi
organisme gram positif, studi terbaru dari European Prevalence of Infection in
Intensive Care (EPIC II) melaporkan bahwa organisme gram negatif masih
mendominasi (62.2% vs. 46.8%). Pola organisme penginfeksi masih menyerupai
studi – studi terdahulu, dengan organisme yang mendominasi adalah
Staphylococcus aureus (20.5%), Pseudomonas species (19.9%), Enterobacteriacae
(terutama E. coli, 16.0%), fungi (19%), dan ada pula Acinetobacter yang
menyumbang 9% dari total infeksi. Organisme yang dihubungkan dengan kematian di
rumah sakit dalam analisis regresi logistik multivariat adalah Enterococcus,
Pseudomonas, dan Acinetobacter species. Suatu metaanalisis besar dari 510 studi
melaporkan bahwa bakteremia gram negatif dihubungkan dengan angka kematian yang
lebih tinggi dibandingkan gram positif. Infeksi yang menyebar melalui aliran
darah paling umum disebabkan oleh bakteri koagulase negatif Staphylococcus dan
E. coli, namun hubungannya dengan kematian relatif rendah (berturut – turut 20%
and 19%) dibandingkan
dengan Candida (43%) dan Acinetobacter (40%). Pneumonia gram positif oleh
karena Staphylococcus aureus menyumbang angka kematian yang lebih tinggi (41%)
dibandingkan dengan yang disebabkan oleh karena bakteri gram positif yang
paling umum menyebabkan pneumonia yaitu Streptococcus pneumonia (13%), namun
basil gram negatif Pseudomonas aeruginosa, memiliki angka kematian tertinggi
dari semua etiologi pneumonia (77%). Namun, kurang lebih sepertiga pasien
dengan sepsis berat tidak pernah memiliki kultur darah positif. Insiden sepsis
yang disebabkan bakteri saat ini meningkat, diikuti kasus sepsis yang
disebabkan oleh fungi. Keadaan ini menggambarkan peningkatan kasus sepsis
nosokomial. Penelitian tentang infeksi nosokomial karena fungi menemukan bahwa
terjadi pergeseran patogen penyebab dari yang utamanya Candida albicans menjadi
Recalcitrant torulopsis, glabrata, dan subspecies Krusei (Martin, 2012).
Patofisiologi
Kaskade inflamasi diawali dengan adanya gangguan pada
host, misalnya oleh karena luka bakar dan infeksi. Respon inflamasi dimaksudkan
untuk melindungi host dari kerusakan jaringan, namun beberapa mediator
inflamasi juga berpotensi membahayakan host. Teori yang umum dijabarkan adalah
bahwa sepsis terjadi ketika respon dari host berlebihan sehingga menimbulkan
permasalahan baru pada pasien selain infeksi yang menyerangnya.Pada sebuah
ulasan oleh Rivers dkk, respon host dideskripsikan terdiri dari tiga faktor
yaitu reaksi humoral, selular, dan neuroendokrin. Sel – sel inflamatorik
seperti neutrofil, monosit, makrofag, basofil, dan trombosit berinteraksi
dengan sel endotel via mediator sel yang kemudian akan memperkuat respon
inflamasi.
Aliran darah mikrovaskuler dapat juga dipengaruhi oleh
aktivasi dari sistem koagulasi dan komplemen, sehingga menimbulkan iskemia
lokal, yang dapat mengganggu respirasi selular. Hasil akhirnya adalah berupa
hipoksia jaringan global dimana terjadi insufisiensi transpor oksigen sistemik
sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Hal ini memicu
terjadinya penurunan kontraktilitas miokardium, penurunan resistensi vaskuler
sistemik, hipotensi, asidosis metabolik, hiperglikemia, dan akhirnya sindroma
disfungsi multi organ serta kematian (Gauer, 2013).
Skor qSOFA
Skor qSOFA ditujukan untuk mengidentifikasi pasien dewasa dengan curiga infeksi yang memiliki kecenderungan memperoleh outcome yang buruk. Parameter ini berguna bagi klinisi untuk secara cepat mengidentifikasi disfungsi organ serta memberikan terapi yang tepat dan sesegera mungkin. Penelitian Seymour dkk, pada pasien yang dicurigai mengalami infeksi dan dirawat di ICU skor qSOFA tidak terlalu signifikan dalam memprediksi kematian dalam rumah sakit jika dibandingkan dengan skor SOFA, hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor perancu salah satunya yaitu penggunaan peralatan untuk menyokong organ (misal ventilasi mekanik, vasopresor). Namun, pada pasien dengan curiga infeksi yang dirawat di luar ICU, validitas skor qSOFA untuk memprediksi kematian di rumah sakit lebih tinggi daripada skor SOFA.20 Penelitian ini membagi variabel skor qSOFA menjadi 2 kelompok yaitu kelompok skor qSOFA >2 dan 2 merupakan salah satu dasar untuk mendiagnosis apakah pasien dengan kecurigaan infeksi mengalami sepsis atau tidak sehingga diperkirakan skor tersebut dapat menjadi prediktor mortalitas pada sepsis dan syok sepsis (Singer, 2016).
Tata Laksana
Sumber:
Bataar
O, Lundeg G, Tsenddorj J, Jochberger S, Grander W, Baelani I, et al. Nationwide
survey on resource availability for implementing current sepsis guidelines in
Mongolia. Bulletin of the World Health Organization [Internet]. 2010 [cited
2015 Dec 1];88:839-46. Available from http://www.who.int/bulletin/volumes/88/11/10-077073/en
Gauer
RL. Early recognition and management of sepsis in adults: The first six hours.
Am Fam Physician. 2013;88(1):44-53.
Martin
GS. Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in incidence, pathogens and
outcomes. Expert Rev Anti Infect Ther. 2012;10(6):701-6
Mayr
FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence.
2014;5(1):4-11.
Singer
M, Deutschman CS, Seymour CW, Shankar-Hari M, Annane D, Bauer M, et al. The
Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock
(Sepsis-3). JAMA. 2016;315(8):801-10.



Bagus dok lanjutkan, menambah ilmu 👍
ReplyDelete